Infojual buku imperium robert ± mulai Rp 15.000 murah dari beragam toko online. cek Buku Imperium Robert ori atau Buku Imperium Robert kw sebelum membeli. Paket 5 Buku Robert Kiyosaki Rich [ Lihat Gambar Lebih Besar Gan] Rp 335.000: Buku Cashflow Quadrant Robert T Buku Import Rich Dad Poor Dad [ Lihat Gambar Lebih Besar Gan] Rp 159.000:

Resensi Buku Rich Dad Poor Dad – Rich Dad Poor Dad merupakan buku yang ditulis oleh seorang penulis, perencana finansial, investor, dan pengusaha asal Amerika Serikat, yakni Robert T. Kiyosaki. Buku ini memaparkan mengenai pentingnya peka akan keuangan atau finansial di masa kini. Buku ini wajib dan layak dijadikan referensi bacaan sebab akan mengarahkan kita agar mencapai pada kebebasan finansial. Buku ini cenderung mengarahkan pada para pembacanya untuk mengubah pola pikir dan menciptakan sebuah kesadaran akan pentingnya peka pada finansial di zaman yang semakin canggih ini, kemudian membangin aset sedini mungkin. Dengan demikian, Robert mengajak para pembacanya agar berani berinvestasikan untuk memperoleh pemasukan pasif. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar mencapai pada kebebasan finansial. Berangkat dari hal tersebut, muncullah jargon Biarkan uang yang bekerja untuk Anda’. Rich Dad Poor Dad Rich Dad Poor Dad dimulai dari cerita pengalaman pribadi sang penulis, Robert dalam kerja kerasnya menjadi seorang yang kaya. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa ia merupakan seorang penguasa, investor, penulis, dan perencana keuangan. Dalam usahanya tersebut, kedua ayahnya berperang dengan sangat kuat dalam memengaruhi pola pikirnya dalam memandang sebuah uang. Robert memiliki dua orang ayah yang memiliki pola pikir dan latar belakang yang berbeda pula. Dalam buku ini, ayah pertama disebut sebagai Poor Dad–yang tidak lain merupakan ayah kandungnya. Poor Dad menyandang gelar dan bekerja di sebuah kantor pemerintahan. Akan tetapi, sayangnya mengalami kendala keuangan. Lain halnya dengan ayah kedua yang disapa Rich Dad, ia adalah ayah dari Mike–temannya Robert. Rich Dad tidak pernah menuntaskan pendidikan SMP, tetapi mempunyai usaha atau bisnis di bidang retail. Menariknya adalah kedua tokoh ayah ini mampu memvisualisasikan realitas yang terjadi di masyarakat. Rich Dad mewakilkan pola pikir orang kaya, sedangkan Poor Dad mengambil peran dari perspektif orang miskin dalam memandang uang. Rich Dad Poor Dad terbagi menjadi tiga bab, yakni pendahuluan, isi, dan penutup. Di bab pendahuluan, Robert membagi dua perspektif yang bertentangan akan masalah keuangan atau finansial. Ia memiliki dugaan ayah Mike yang bekerja sebagai seorang pengusaha menjadi Rich Dad, sementara ayahnya yang cerdas dianggap sebagai Poor Dad. Pembelajaran dari Rich Dad1. Orang Kaya bukan Bekerja untuk Memperoleh Uang2. Memberikan Pengajaran terkait Memahami Keuangan3. Belajar mengenai Literasi Finansial4. Cerdas dalam Menilik Peluang5. Sejarah Pajak dan Kekuatan Korporasi6. Orang Kaya Menghasilkan Uang7. Bekerja untuk Belajar8. Belajar mengenai MarketingMakna Mendalam pada Buku Rich Dad Poor DadBuku Best Seller NovelArtikel Terkait Rekomendasi Novel Pembelajaran dari Rich Dad Pada bagian isi, terdapat beberapa pelajaran penting yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk lebih memperluas pemikiran kalian selaku pembaca. Apa saja? Berikut uraiannya. 1. Orang Kaya bukan Bekerja untuk Memperoleh Uang Poor Dad menjelaskan bahwa Robert harus belajar dengan giat serta meraih nilai tinggi di sekolah agar mampu memperoleh pekerjaan yang bagus dan bermutu. Seperti inilah cara kerja berpikirnya ayah Robert, layaknya orang-orang pada umumnya. Bekerja guna mendapatkan sebuah uang. Dalam hal tersebut, Rich Dad menyetujui bahwa pendidikan itu sangatlah penting. Akan tetapi, hal yang lebih penting ialah bukan pada menghasilkan nilai tinggi, melainkan pelajaran yang didapatkan. Terdapat satu pelajaran krusial yang didapat dari ayah Mike, yaitu orang kaya tidak bekerja untuk memperoleh uang. Robert dan Mike meminta untuk diajarkan mengenai cara menjadi kaya oleh ayah Mike. Alhasil, Ayah dari Mike menyetujuinya, tetapi syaratnya mereka harus bekerja pada salah satu usaha milik ayah Mike dengan upah yang kecil. Singkat cerita, sesudah mereka bekerja selama kurang lebih 21 hari, Robert merasa kesal dan protes agar gaji atau upahnya dinaikkan. Namun, bukannya memperoleh kenaikan upah, ayah Mike justru memberikan tawaran pada Robert untuk tetap bekerja tanpa diupah sama sekali. Di situlah keduanya diuji dan belajar bekerja bukan untuk mendapatkan uang. Rich Dad tidak banyak mengoceh terkait literasi finansial dan cara memandang uang dalam kehidupan. Akan tetapi, membuat keduanya merasakan secara langsung rasa kehidupan’. Pada suatu waktu, Rich Dad melatih mereka terkait emosi dasar manusia ketika berhadapan dengan uan, yakni sebuah ketakutan dan bentuk serakah. Ketakutan akan melahirkan manusia bekerja sebab khawatir atau takut tidak mempunyai uang. Lalu, sesudah memperoleh uang, timbulnya perasaan serakah. Dari situ, manusia mulai membeli berbagai barang baru hingga akhirnya akan terperangkap dalam utang. Dalam hal ini disebut sebagai Rat Race. Mereka yang hendak menjadi orang kaya perlu menggunakan dan mengasah pola pikirnya untuk dapat mengendalikan kedua emosi tersebut. 2. Memberikan Pengajaran terkait Memahami Keuangan Di buku ini diberikan penjelasan terkait perbedaan antara liabilitas dan aset. Adapun contoh dari liabilitas, seperti pinjaman konsumsi, hipotek, tagihan debit card, dan lainnya. Sementara contoh dari aset, yaitu real estate yang disewakan, obligasi, berbagai buku, saham, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, pada buku ini dijelaskan pula, Robert mengajarkan terkait manajemen keuangan arus kas yang baik, seperti mengalokasikan penghasilan ke dalam aset. Second Chance Buku ini menjelaskan bagaimana Robert bisa memprediksi masa depan dengan tepat. Akan tetapi, hal yang lebih penting adalah bagaimana Anda bisa menjadi pemenang, bukan pecundang–dengan mengendalikan masa depan finansial Anda. 3. Belajar mengenai Literasi Finansial Robert menuangkan cerita mengenai beberapa orang kaya pada masanya yang bekerja memilukan, di antaranya terdapat direktur, CEO, spekulan pasar saham, dan sebagainya. Mereka merupakan beberapa orang yang mempunyai penghasilan yang terbilang luar biasa, tetapi sayangnya berakhir dengan sebuah utang, kecanduan dengan obat-obatan terlarang, bahkan ada pula yang bunuh diri. Sebenarnya, kita tentu kerap kali melihat beberapa artis atau public figure yang kaya, kemudian justru berakhir dengan tragis sebab boros pada keuangannya. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Hal itu karena mereka tidak mempunyai literasi finansial yang cukup baik. Literasi finansial merupakan sebuah pilar atau fondasi. Orang yang mempunyai banyak uang tanpa memahami literasi finansial secara mendalam dan kuat, akan bernasib layaknya sebuah gedung bertingkat tanpa adanya fondasi mendalam–akan hancur. Apabila kalian menginginkan menjadi seorang yang kaya, hal tepat yang dapat dilakukan, yaitu membuat sebuah fondasi mendalam. Rich Dad memaparkan mengenai prinsip sederhana untuk menjadi seseorang yang kaya, yakni mampu membedakan antara aset dan beban. Simpelnya, aset merupakan sesuatu yang memanifestasikan uang, sementara beban merupakan hal yang membutuhkan pengeluaran. Orang kaya akan membeli aset, sementara orang miskin hanya mempunyai beban pengeluaran, dan orang kelas menengah akan membeli beban yang disangkanya adalah sebuah aset. Menurut Rich Dad, rumah dikatakan sebagai beban, sementara bagi Poor Dad, rumah merupakan aset yang berharga. Walaupun harga rumah akan terus naik, tetapi rumah memerlukan tidak sedikit dana pengeluaran, seperti untuk pajak, perawatannya, dan lainnya. Oleh sebab itu, bagi Rich Dad, rumah dikatakan sebagai beban. Adapun aset merupakan sesuatu yang membuahkan uang tanpa membutuhkan pengeluaran secara berkala. Contohnya, bisnis yang berjalan sendiri, obligasi, saham, dan sebagainya. Setelah mampu membedakan antara aset dan beban, ada empat hal yang perlu dipahami supaya kecerdasan finansial berkembang, di antaranya ada akuntansi, pasar, investasi, dan hukum. 4. Cerdas dalam Menilik Peluang Beberapa orang tentu mengikut pemecahan persoalan kuno, yaitu kerja keras, meminjamkan uang, dan menabung. Di zaman yang pesat ini, penyelesaian seperti itu tampak tidak relevan lagi. Dalam hal ini, diperlukan peningkatan akan pengetahuan finansial sehingga dapat menilik beberapa peluang dan membuat keberuntungan diri sendiri. Pada buku Rich Dad Poor Dad, Robert membagikan kisah pengalamannya dalam menghasilkan uang melalui bisnis properti. Ia membeli rumah dengan harga murah, kemudian kembali menjualnya dengan harga yang cenderung lebih tinggi hanya dalam beberapa bulan. Ia mengerjakannya dikarenakan melihat peluang ketika krisis ekonomi. Tidak hanya bisnis properti, adapun contoh investasi pada sebuah perusahaan kecil yang diatur dengan baik sehingga menjadi perusahaan yang dikenal dan harga sahamnya pun naik drastis. Bagi sebagian orang yang mempunyai level kecerdasan finansial tinggi, akibatnya ialah bentuk dari ketidaktahuan akan suatu hal itu bekerja dan memanifestasikan uang. Dalam buku ini, apabila kita mampu memahami cara kerja pasar dalam menciptakan uang, risikonya pun akan semakin kecil. Robert pun memaparkan cara alami manusia dalam belajar, yakni dari sebuah kegagalan dan bangkit dari kegagalan itu. Apabila kita terus-menerus mengalami hal demikian, justru akan semakin terasah. Tidak sedikit orang yang merasa khawatir ketika mengalami sebuah kegagalan hingga akhirnya tidak memiliki keberanian dalam mencobanya. “Kegagalan menginspirasi kemenangan dan kegagalan mengalahkan pecundang.” 5. Sejarah Pajak dan Kekuatan Korporasi Pengetahuan merupakan kekuatan. Orang bisnis memiliki pengetahuan mengenai hukum perpajakan dan korporasi. Mereka melaksanakan pajak secara legal. Dengan demikian, mereka yang melancarkan bisnis condong membayar pajak lebih sedikit apabila dibandingkan dengan seseorang yang bekerja di suatu tempat. 6. Orang Kaya Menghasilkan Uang Orang kaya meluangkan waktunya untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan finansial mereka, sementara orang miskin dan menengah condong bekerja keras yang kelak mereka hendak membayar pajak lebih besar atau tinggi. Orang kaya mampu menghasilkan uang dengan cara menciptakan sebuah bisnis atau membeli aset yang nantinya hendak memberikan penghasilan stagnan. Hal tersebut yang tidak dilakukan oleh orang miskin dan menengah. 7. Bekerja untuk Belajar Orang kaya bekerja untuk belajar mengenai sistem perusahaan tersebut. Fokus utama untuk bekerja ialah ilmu yang didapatkan, kemudian direalisasikan untuk bisnisnya mendatang. Dengan pemikiran yang sedemikian ini, orang kaya akan berkembang menjadi seseorang yang lebih kaya lagi. 8. Belajar mengenai Marketing Di sebuah kesempatan, ada seorang penulis hebat yang mewawancarai Robert. Kemudian, penulis itu bertanya, bagaimana caranya agar Robert dapat menjual buku Rich Dad Poor Dad dengan sangat laris? Dari situ, Robert memberikan saran pada sang penulis itu untuk belajar mengenai pemasaran atau marketing. Akan tetapi, penulis tersebut justru merasa tersinggung dengan perkataan Robert. Penulis itu merasa bahwa tidak ada gunanya mempelajari pemasaran seperti itu yang mana kegiatan tersebut terkesan jauh dari kegiatan intelektual. Akan tetapi, buku yang terkenal diberikan label “Best-Selling Author” bukan “Best-Writing Author”. Dengan kata lain, tidak adanya membuat sebuah karya yang bisa dikatakan sempurna dan luar biasa apabila tidak ada seorangpun yang membaca karya tersebut. Robert dalam bukunya ini mengatakan bahwa tidak sedikit orang berbakat, tetapi diberikan upah dengan rendah sebab tidak mampu memasarkan bakat mereka. Tidak ada yang tahu mengenai bakat atau talenta mereka sehingga semua orang hanya berpaku di situ. Why the Rich are Getting Richer Sekitar 20 tahun lalu, Robert Kiyosaki menulis Rich Dad Poor Dad, buku pengelolaan keuangan pribadi nomor 1 sepanjang sejarah. Buku ini menantang dan mengubah cara pikir puluhan juta orang di seluruh dunia tentang uang. Dengan perspektifnya tentang uang dan investasi yang kerap bertentangan dengan pendapat umum, Robert mendapatkan reputasi internasional karena berbicara secara blak-blakan dan berani, serta menjadi penasihat tentang pendidikan keuangan yang sangat berdedikasi dan lantang menyampaikan pendapat. Makna Mendalam pada Buku Rich Dad Poor Dad Dalam buku ini, Robert Kiyosaki mengajarkan kepada pembacanya untuk melatih anak cucunya kelak, bahkan untuk dirinya sendiri agar cerdas dalam mengelola persoalan finansial. Kemudian, Robert juga menggarisbawahi bahwa orang kaya tidak bekerja hanya untuk uang, melainkan uang yang akan bekerja untuknya. Kerap kali kita sebagai manusia dengan segala kekurangan dan kebutuhan yang tidak ada batasnya ini, memilih untuk membatasi kecakapan otak dalam berpikir. Hal yang dilakukan oleh manusia itu justru memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang yang banyak, bukan memikirkan bagaimana agar memiliki banyak uang yang mampu bekerja untuk diri ini masing-masing. Dengan kondisi secara umum yang semakin tak menentu, memang sudah sewajarnya untuk peka akan finansial. Sebenarnya, bukan hanya peka, melainkan mampu memahami pokok-pokok dan membedakan antara aset dengan liabilitas. Dalam hal tersebut, Robert memaknai aset sebagai hal yang memasukkan uang ke dalam kantong. Intinya, aset bukanlah sekadar harta atau berbagai barang berharga. Akan tetapi, bagaimana hal tersebut mampu memberikan tambahan pemasukan untuk dirinya. Lalu, liabilitas kebalikan dari aset, yaitu sebagai hal yang mengeluarkan uang dari kantong atau saku. Barangkali penjelasan tersebut lebih terkesan sederhana sehingga mudah dipahami dengan baik. Bila dibandingkan dengan pengertian atau hakikat aset liabilitas yang pernah kalian baca melalui berbagai buku akuntansi. Selain itu, Robert Kiyosaki melalui bukunya ini pun mengajak pembacanya untuk mencoba berbisnis atau usaha sendiri. Setelah itu, usaha ataupun bisnis yang dibuatnya itu perlu dijalankan dengan ikhlas dan sepenuh hati, jangan hanya dijadikan sebagai usaha sampingan. Ia menyarankan pula para pembacanya untuk mencoba memulai sebuah investasi. Menariknya, Robert memberikan sebuah motivasi pada para pembacanya dengan sangat bebas, ia tidak memaksakan harus sesuai pilihannya. Kemudian, secara tidak langsung, Robert mendorong pembacanya agar berpikir dan berinvestasi yang sekiranya tepat dan pas untuk dikerjakan. Saran yang diberikan oleh Robert, yaitu pilihlah investasi sesuai dengan ranah yang kita sukai. Misalnya, apabila seseorang gemar menulis, orang tersebut dapat menginvestasikan kegemarannya itu ke bidang perbukuan atau kepenulisan. Dalam hal itu, tidak melulu investasi keuangan, tetapi ilmu dan pengetahuan pula. Itulah Resensi Buku Rich Dad Poor Dad. Apabila Grameds tertarik dan ingin memperluas pengetahuan terkait bidang apapun atau ingin mencari buku sebagai referensi bacaan, tentu kalian bisa temukan, beli, dan baca bukunya di dan Gramedia Digital karena Gramedia senantiasa menjadi SahabatTanpaBatas bagi kalian yang ingin menimba ilmu. Penulis Tasya Talitha Nur Aurellia Sumber dari berbagai sumber Rich Dad’s Cashflow Quadrant Best seller ini akan memperlihatkan mengapa beberapa orang bekerja lebih sedikit, tetapi menghasilkan lebih banyak dan lebih aman secara finansial daripada orang lain. Ini hanya masalah mengetahui dari kuadran mana Anda harus bekerja dan kapan. Apakah Anda masuk kuadran employee pegawai, self-employed pekerja lepas, business owner pemilik usaha, atau sebagai investor. Buku ini akan memberikan peta jalan menuju keberhasilan dan kebebasan finansial.
ReviewBuku: Rich Dad Poor Dad. 2 March, 2022. Nama Penulis : Robert Kiyosaki . Nama Penerbit : Gramedia Pustaka Utama. Tahun Terbit : 2016. Jumlah Halaman : 199. Sinopsis. Rich Dad Poor Dad akan.. - Menghancurkan mitos "Anda perlu memiliki penghasilan tinggi agar bisa hidup kaya" My Rating - 5 out of 5 starsPublisher - Plata PublishingGenre - Business/FinancePublishing year - 1997Language - EnglishISBN - 978-1612680194Pages - 352My Review - Rich Dad Poor Dad is the debut book written by Robert T. Kiyosaki. It was first published in 1997 autonomously because publishers didn't recognize the potential in Robert's work. But his novel changed their way of thinking by becoming the number one financial book of all time. The title is intriguing, which is why many people chose it to understand what it is Dad Poor Dad Summary - The author's biological father is a school teacher who told him to work hard, study, and save money, which he considered him a poor dad. The rich dad is the father of Mike, one of his childhood friends. He told Robert and Mike to work smart, invest, and understand how money works. The rich dad is a businessman but doesn't have a college degree, but he understands the importance of the study, so it is the only thing common between both dads. One day Robert went to his dad, asking how to become rich, but his poor dad had nothing to offer on this subject. So then, he set up a meeting with Mike's father and started working for him. The rich dad focuses on learning by doing; he doesn't believe in giving lectures. So when most nine years old enjoy their free time, Mike and Robert learn about the power of money. According to the rich dad, the school needs to give financial education that helps in the long run. Instead, they teach students to land high-earning jobs and pay enormous taxes to the government. Poor dad did the same throughout his life; he worked for money without understanding that work is a short-term solution to a long-term problem. Due to his rich dad's teachings, Robert retired at the age of 47 with growing and high-paying assets that are well established. He taught him that you need to be financially literate if you want to be rich. Most people think their house is their asset, but the rich dad explains it is a liability. We are all taught to do hard work, but this book helps you understand that you're doing what the other 80% of people do by doing hard work. One needs to be out of a rat race to achieve and acquire assets that will be fruitful. An important distinction is that rich people buy luxuries last, while the poor and middle class buy luxuries first; this quote is accurate. People purchase things impulsively, and they fancy a different device after some time. They eventually wind up with debts. A rich person buys stuff from the interest money they receive from their investments. This is why the rich get richer, and the poor get author further describes how a person pays high taxes while the rich pay a minimal amount to the government. He talked about the permanent tax story about 1874 and the 16th Amendment and how people got fooled, and views about Robin Hood make me think that corporations are cruel, but they are brilliant. The owners believe in themselves because they know that people like us crave the job, not the business. Poor and middle-class people do not believe in taking risks; they work hard, earn a promotion, and always try to be happy with whatever small amount they leave after paying taxes and buying liabilities. The reality is that the rich are not taxed. It's the middle class who pays for the poor, especially the educated upper-income middle people take calculated risks; Robert T. Kiyosaki gave examples of people who made billions and some who are too afraid to see the opportunities. Their stories will help you understand that it is never too late to begin, but yes, if you start early and lose, you have enough time to get up and rise again. All you need is to educate yourself, understand your investments market, connect with the people in this field and learn from them. The author worked in various departments, learned new pieces of information, and kept his mind active. He worked on skills that were profitable to him and urged others to do the same. The impact of both dads is shown in his judgments. They made him a hard-core capitalist but also someone who is ethically culpable. If money is involved, the fear of losing it is always there. No one likes to lose money, even the rich. The only difference is to overcome fear, laziness, arrogance, bad habits, and cynicism. Rich sees failure as an opportunity to grow and understand things better. It makes them stronger and wiser. A thing poor and middle-class people need to learn. Robert T. Kiyosaki describes 10 steps that one can use to awaken their financial earnings. I am not going to explain it here, but sharing the pointers. 1. Find a reason greater than Make daily Choose your friends Master a formula and then learn a new Pay yourself Pay your brokers Be an Indian Don't use assets to buy Choose Teach, and you shall of my favorite quotes from the Rich Dad Poor Dad book are - 1. There is a difference between being poor and being broke. The broke is temporary. Poor is It's not how much money you make. It's how much money you To become financially secure, a person needs to mind their own Great opportunities are not seen with your eyes. They are seen with your Job is an acronym for "Just Over Broke." Unfortunately, that applies to millions of I can't afford it; it causes sadness, and helplessness, which leads to despondency and often depression. How can I afford it? But, on the other hand, opens up possibilities, excitement, and book is a gem. It gives you simple explanations of how money works. It will not give you any trading tips, but it helps you understand the things no one teaches us in school or at home. The financial insights aid you in taking action and being your own boss. Many people don't like this book, but I think every novel is different, and being written by diverse authors who have distinct experiences makes it more interesting to read. Whether you're an experienced financer or a newbie, this book is perfect. I highly recommend it. In this version, you'll find a summary of each chapter. So, if you don't have time to read the whole book, you can go through it and gain knowledge. The only question is, are you ready for that? If yes, then, ReviewBuku Rich Dad, Poor Dad : Siapa saya, siapa Robert Posted by Unknown on 4:34 PM with No comments Jika kamu mempelajari pelajaran kehidupan, kamu akan melakukannya dengan baik, hika tidak, hidu hanya akan mempermainkan kamu.
FinMasters content is free. When you purchase through referral links on our site, we earn a commission. Advertiser Disclosure Rich Dad, Poor Dad is one of the most famous books in all of personal finance. Though it came out in 1997, it’s still a 1 Best Seller on Amazon in 2023. Many of today’s most popular finance gurus cite it as the inspiration for their success. I wanted to see what all the hype was about, so I grabbed a copy of the book, tore through it it’s a pretty quick read, and compiled my thoughts for you here. This Rich Dad, Poor Dad review will take a look at Robert Kiyosaki’s real lessons in this book not just the ones he uses as names for his chapters and help you decide whether it’s worth reading. A Rich Dad, Poor Dad Summary Right from the jump, Rich Dad, Poor Dad surprised me with its style and narrative framework. I expected more technical insight and investment math, but the book primarily consists of anecdotes that hold nuggets of supposed wisdom for the reader to absorb as if through osmosis. Kiyosaki’s stories revolve around and contrast the lessons he received from his biological father the educated but financially unsavvy poor dad and his friend’s salesman father the uneducated but clever, rich dad. The book winds through Kiyosaki’s life and the reader witnesses him learning from his rich dad and rejecting the advice of his poor dad which represents rising above the typical working-class mindset. The book explains basic wealth generation in an understandable and inspirational way, and it’s a solid enough introduction to these concepts at least for its time. However, it has issues that make its current relative value questionable. ❗️ Important Note Do not take this book’s recommendations or any of my opinions on them as investment or tax advice. I’ll start this Rich Dad, Poor Dad review with what I think Kiyosaki does well. Mainly, he makes some solid fundamental financial suggestions in an easily digestible manner. The ideas might seem a bit shallow and apparent to anyone already engaged in entrepreneurship or investing, but they can be profound if it’s your first exposure to them. Let’s take a look. 1. Learn Personal Finance And Teach It to Your Kids While this is a pretty obvious suggestion, it’s still a significant one. The book does a great job of showing the reader how meaningful it is to learn how to manage your money. That means saving a high percentage of your earnings and putting the money to work in profitable investments. Kiyosaki says “It’s not how much money you make. It’s how much money you keep.” You have to keep your spending down as your income goes up and invest the difference in assets, not liabilities. While his definitions of assets and liabilities might not follow Generally Accepted Accounting Principles, it’s practical assets put money in your pocket, and liabilities take money out of it. He supports learning to cut your taxes, studying accounting, and mastering saving, then teaching all these skills to your children. I love all of these ideas, and I’m glad his presentation of them resonates with so many. 2. Find Ways to Escape the Rat Race Make Your Money Work For You Not only does Kiyosaki cover the fundamental best practices for personal finance, but he also does a great job of painting an inspiring picture of their end goal financial independence, retirement, security, being rich, or whatever you want to call it. I’ve always believed that people truly begin to understand the significance of their personal finance decisions when they realize that they constitute a journey that can culminate in holding enough wealth that work becomes optional. Kiyosaki makes escaping the rat race using investments or a self-sustaining business sound glamorous and inspirational. I’m grateful for anything that gets people to plan for a better future. 3. Master Your Emotions Regarding Money This one isn’t a personal finance message that you’d typically see today, but I like it a lot. Money is a hugely emotional issue for many people, and we could all probably benefit from understanding why it makes us feel however it does. People often let their emotions sabotage their finances or let their finances upset their emotional state. They might have a fear of investing, insecurity over their job, or a need for the latest and greatest gadgets. He urges readers to face their fears, cynicism, laziness, bad habits, and arrogance when it comes to money. That seems like an arbitrary list of emotional issues, but I like the sentiment. 4. Develop a Broad and Valuable Skillset In a capitalistic society, having a practical and marketable skillset is the key to making money. If you can provide tangible value that people are willing to pay for, you’ll always be able to support yourself. Kiyosaki recommends learning to manage money, lead teams, build systems, and close sales. More than that, he suggests that people cultivate a habit of continuing to learn throughout their careers so that they never stagnate. He argues that people can improve their situations most effectively if they keep an open mind, learn from their mistakes, and keep improving. It’s a valuable lesson and one of the best in the book. Robert Kiyosaki’s Worst Advice Now that we’ve covered the good stuff, what follows is my Rich Dad, Poor Dad criticism. I hate to say it, but there’s more to talk about here than I’d like. Honestly, Kiyosaki strikes me as a pretty typical guru. His attitude and tone throughout the book both rub me the wrong way. For example, he comes across as just a little too obsessed with the stereotypical image of a rich and powerful man. He describes his rich dad as a charismatic manly man of few words, with power behind his statements and smiles. Rich dad is tall, blunt, and always closing deals. He doesn’t do things like the other guys, and he’s pretty smug in his superior knowledge. Rich dad and his lessons also come off as manipulative to me. He pulls the protagonists’ strings purportedly to teach them esoteric lessons too complex to be put into mere words. The book just feels like it’s selling me something, and salesman gurus are by far my least favorite. Here are some of the specific ideas the book tries to sell to the reader that I don’t like. 1. You Should Start a Business and Get Rich Because Employees are Broke and Miserable As someone who truly loves being self-employed, I hate to admit this, but it’s not the right path for everyone. If you’d rather not branch out on your own, that’s perfectly fine. There are plenty of people who enjoy their jobs, make good or great money, and save responsibly. But Kiyosaki has a habit of putting down anyone who works for someone else and suggesting that employees are generally broke and unhappy. They just don’t get it. His poor dad already an insulting title, who worked a traditional job, couldn’t possibly understand what his rich dad understood thanks to all his business success. Not only does Kiyosaki fail to address the risks and downsides to business ownership, but he also suggests some definitely-not-okay tax strategies using business entities. For example, he proposes using a corporation to write off vacations as board meetings or deduct health club expenses. Those moves can get you into much more trouble thsan they’re worth. 2. Academic Learning isn’t Valuable Rich People Don’t Need It Kiyosaki also has a bad habit of downplaying the value of academic education and traditional learning. He seems to believe people who follow the general wisdom end up like his poor dad highly educated but ineffective and stressed about their money. Rich people learn only by doing or from living life. For example, rich dad says “All too often business schools train employees to become sophisticated bean-counters. Heaven forbid a bean counter takes over a business. All they do is look at the numbers, fire people, and kill the business.” Ironically, he promptly contradicts that claims, later saying “Accounting is possibly the most confusing, boring subject in the world, but if you want to be rich long-term, it could be the most important subject.” As an officially licensed and certified bean-counter, maybe he just hurt my feelings, but I don’t think so. Kiyosaki also glorifies rich dad’s cruel and unusual teaching methods, which included giving kids the silent treatment for weeks at a time while they work below minimum wage until they can’t take it anymore. Because that’s how life teaches “It just sorta pushes you around.” 3. Invest in Real Estate! It’s the Best Way to Get Rich! At this point, you’ve probably noticed that many of his “worst lessons” have something to do with getting rich. That’s a significant part of what struck me as wrong about this book. Getting rich isn’t really the point of personal finance. Maybe I need to “overcome my cynicism,” but I generally don’t trust gurus who toss that word around. Kiyosaki does it a bit too much for my comfort, and his suggested strategies for creating said riches aren’t always great either. Mainly, it bothers me how strongly he doubles down on real estate. Investing in real estate can be a great way to build wealth, but like self-employment it’s not for everyone. It’s also not a requirement for a successful and diversified portfolio. There are benefits to real estate investing, but Kiyosaki borders on implying that it’s a sure way to get rich quickly or inevitably. In reality, it’s a business like any other. There are unavoidable risks involved, and it takes knowledge, experience, and luck to succeed. 4. Jump Off Cliffs and Build Parachutes On Your Way Down Last but not least, we have one of my biggest pet peeves in the whole book. Kiyosaki legitimately suggests that you pay yourself first meaning your savings even if that comes at the cost of paying your creditors, even if one of those creditors is the Internal Revenue Service! Rich dad says “So you see, after paying myself, the pressure to pay my taxes and the other creditors is so great that it forces me to seek other forms of income. The pressure to pay becomes my motivation. I’ve worked extra jobs, started other companies, traded in the stock market, anything just to make sure those guys don’t start yelling at me[…] If I had paid myself last, I would have felt no pressure, but I’d be broke.“ Don’t get me wrong, I’m all for prioritizing saving, but paying yourself first shouldn’t mean risking stiffing the people you owe money, wrecking your credit score, and racking up fees and interest. You pay your creditors and essential living expenses first, then you set aside your savings, and then you reverse engineer your remaining budget. Is It Worth Reading Rich Dad, Poor Dad? I don’t want this to upset anyone who considers the book to be the Holy Grail of personal finance, but I couldn’t recommend Rich Dad, Poor Dad to someone who asked me how to start managing their money better, let alone someone who already has some experience. The book has a handful of positive lessons, but there’s nothing more profound in it than what you could find in the average personal finance blog these days. It’s mainly about inspiration, and there are places to get your inspiration these days without a side serving of Kiyosaki’s more troublesome ideas.

KomunitasDigipreneur adalah komunitas belajar tentang digital marketing, apps, internet marketing, peluang bisnis internet, online marketing,. dan tips-tips berbisnis dari para master-master di dunia teknologi.. Kami berkembang menjadi komunitas yang memberikan pembelajaran digital marketing kepada para member dari mulai dari nol sampai dengan menjadi seorang Pebisnis Digital

Judul Rich Dad Poor Dad Penulis Robert T. Kiyosaki Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun Maret 2021 Tebal 244 halaman ISBN 978-602-03-3317-5 Buku Rich Dad Poor Dad terbit pertama kali tahun 1997 dan sampai sekarang konsisten menjadi Internasional Bestseller. Buku karya investor Robert Kiyosaki ini membahas betapa pentingnya pendidikan finansial—yang mana sangat jarang terdapat dalam kurikulum pendidikan dan sekolah-sekolah formal. Terjemahan bahasa Indonesia buku Rich Dad Poor Dad diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pertama kali pada 2016. Dan hingga Maret 2021 sudah sampai cetakan ke-59. Ini membuktikan kuatnya gagasan-gagasan Kiyosaki dalam memberikan sudut pandang baru tentang uang yang jarang disadari banyak orang. Lantas apa isi buku Rich Dad Poor Dad? Persis seperti sub judulnya; Apa yang Diajarkan Orang Kaya kepada Anak-anak Mereka Tentang Uang—yang Tidak Diajarkan Orang-orang Miskin dan Kelas Menengah. Robert Kiyosaki mengawali buku Rich Dad Poor Dad dengan menjelaskan asal mula kata Rich Dad Poor Dad.’ Ia memiliki dua Ayah. Pertama, Ayah kandungnya sendiri. Berpendidikan tinggi, memiliki gelar dan melanjutkan studi tingkat tinggi ke berbagai universitas dengan beasiswa penuh. Namun, Ayah pertama harus berjuang dalam hal keuangan dan meninggalkan banyak utang. Kiyosaki menyebutnya Poor Dad Ayah Miskin. Ayah yang kedua ialah ayah temannya. Ia tidak lulus pendidikan SMP. Namun, menjadi salah satu orang terkaya di Hawaii dan wafat dengan meninggalkan puluhan juta dolar bagi keluarga dan amal kemanusiaan. Kiyosaki menyebutnya Rich Dad Ayah Kaya. Kedua ayah ini sangat berpengaruh bagi Robert Kiyosaki dalam membentuk sudut pandangnya terhadap uang. Keduanya berhasil dalam karier mereka, keduanya karismatik dan berpengaruh, keduanya percaya pada pendidikan meskipun tidak merekomendasikan jalur studi yang sama. Nasihat serta pelajaran kedua ayahnya inilah yang memberikan Kiyosaki pilihan untuk membedakan dua sudut pandang; sudut pandang orang kaya dan sudut pandang orang miskin. Itulah yang dipaparkan dalam buku dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti ini, serta disajikan dalam bentuk cerita sehingga pembaca tidak mungkin bosan mengikutinya. Robert Kiyosaki membaginya ke dalam enam pelajaran penting; Pertama, orang kaya tidak bekerja untuk uang. Kedua, pentingnya melek keuangan. Ketiga, mengurus bisnis sendiri. Keempat, sejarah pajak dan kekuatan korporasi. Kelima, orang kaya menciptakan uang. Keenam, bekerjalah untuk belajar—jangan bekerja untuk uang. Konsep-konsep Kiyosaki dalam buku Rich Dad Poor Dad dengan berani mendobrak pandangan umum. Salah satunya yaitu menentang keyakinan bahwa rumah dan kendaraan adalah aset. Menurut Kiyosaki, dua benda itu bukanlah aset, melainkan liabilitas. Hal ini karena rumah dan kendaraan tidak bisa mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya. Justru sebaliknya, menambah jumlah pengeluaran, seperti biaya perawatan misalnya. Rumah barulah dikatakan aset jika disewakan, begitu pula kendaraan. Robert Kiyosaki juga menunjukkan kepada para orang tua mengapa mereka tidak bisa mengandalkan sistem pendidikan untuk mengajarkan tentang uang kepada anak-anak dan bagaimana seharusnya mendidik mereka agar mengerti. Buku Rich Dad Poor Dad bukanlah panduan praktis. Buku ini tidak menjelaskan langkah-langkah yang bisa langsung dipraktikkan. Namun, Rich Dad Poor Dad adalah buku yang akan mengubah sudut pandang serta pemahaman kita tentang uang yang selama ini keliru. Rich Dad Poor Dad—seperti komentar USA Today pada halaman depan buku—adalah titik awal bagi siapa pun yang ingin memegang kendali masa depan keuangan mereka. Finansialkuteringat pada sebuah buku yang berjudul All Real Estate is Local - What You Need to Know to Profit in Real Estate - in a Buyer's and a Seller's Market ditulis oleh David Lereah. Pelajaran penting yang diambil dalam buku itu mengenai investasi real estate adalah jangan pernah mengacuhkan pasar lokal (local marketplace). Anda sudah pernah membaca buku ini? Sekalipun belum pernah membaca, kami hampir yakin anda sudah pernah mendengar judulnya. Buku yang tulis oleh Robert T. Kiyosaki ini memang terhitung sangat baik untuk dibaca oleh siapa saja dari anda yang ingin mendapatkan inspirasi hidup terutama dalam bidang finansial. Bila mau jujur, anda barangkali akan merasa bosan pada bagian awal buku karena seperti berat dan memang jarang diberikan gambar. Penulisnya hanya mencantumkan beberapa diagram dan kata, serta istilah-istilah yang sering digunakan dalam investasi atau akuntansi. Namun pada lembar-lembar berikutnya anda akan semakin tertarik dan mengamini setiap gagasan finansial yang disampaikan penulisnya. Berikut akan kami ceritakan sedikit soal buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini bercerita mengenai pertentangan dua prinsip dalam pengaturan dan rencana finansial, yang berarti hidup itu sendiri. Ayah di sini bukanlah semata-mata sosok yang berbeda, tetapi merupakan sosok yang mewakili dua cara pandang yang berbeda. Inspirasi “Rich Dad Poor Dad” ini kemudian memang berawal dari pengalaman pribadinya yang berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah seorang guru yang pekerja keras, pendidikan tinggi, berdaya juang menjulang, tekun, dan patuh pada pemerintah. Kendati begitu, keluarganya selalu merasa pendapatan bulanan yang diperoleh itu pas atau sesekali kurang. Dia kemudian bertemu dengan temannya bernama Mike. Dia punya ayah yang seorang pengusaha dengan beragam bisnis, pendidikan tidak tinggi, sama-sama pekerja keras, dan dari hari ke hari kekayaannya kian bertambah. Ayah kandungnya ini mewakili “Poor Dad”, sedang ayah Mike mewakili “Rich Dad.” Kisah ini berawal ketika Robert berusia 6 tahun, sama dengan Mike. Mereka berdua mendapat perlakuan diskriminatif dari teman-teman sekelasnya. Mereka tidak diajak berlibur bersama karena dianggap miskin. Robert tertohok dengan perlakuan ini lalu mereka berdua mencari tahu bagaimana cara untuk mendapatkan sejumlah uang. Pertama-tama Robert bertanya kepada ayah kandungnya. Apa jawabnya? Selalu dan selalu ayah Robert memintanya untuk sekolah yang rajin demi mendapatkan nilai yang baik. Nilai baik itu lalu digunakan sebagai syarat masuk kerja pada perusahaan besar yang mampu menyejahterakan karyawannya dengan memberikan gaji yang besar pula. Jawaban itu rupanya tidak memuaskan dirinya sendiri. Dia merasa sekolah atau pendidikan formal tidaklah membentuk orang memiliki kecerdasan finansial. Padahal kecerdasan—yang tidak diajarkan di sekolah tadi—justru kemampuan yang sangat dibutuhkan seseorang untuk tetap bisa menghidupi hidupnya. Sekolah formal justru cenderung menjadi pabrik yang mencetak karyawan-karyawan yang tunduk pada perusahaan. Dia lantas bertanya kepada ayah Mike yang adalah seorang pengusaha. Ayah Mike mengatakan mereka harus mengambil risiko dengan membangun usaha. Untuk awalan, dia memberinya alternatif dengan menyuruhnya bekerja pada swalayan miliknya setiap hari Sabtu selama 3 jam, dengan bayaran 10 dolar per jam. Mereka menyanggupi tawaran tersebut, meski bayarannya tidak banyak. Uang dengan jumlah tersebut hanyalah cukup untuk membeli sebuah komik saja. Padahal pengorbanannya cukup besar, mereka tidak bisa bersenang-senang bermain baseball karena harus bekerja. Awalnya mereka bekerja dengan semangat. Namun lama kelamaan mereka menjadi malas dan berniat untuk berhenti bekerja, karena uang yang mereka terima rupanya tidak cukup banyak. Ketika mereka akan menyampaikan niatan tersebut, ayah Mike justru bertindak di luar dugaan. Pertama-tama dia mengkritik sikapnya yang “karyawan banget.” Bagai kutu loncat, mereka pindah dari perusahaan satu ke perusahaan lain untuk mendapatkan gaji yang lebih besar. Padahal seiring kenaikan pendapatan, pengeluaran juga akan makin naik. Jika dikondisikan dengan sekarang, pasti ada kebutuhan untuk gadget, pulsa, berbagai macam cicilan, dsb. Ide berbisnis bisa dimulai dari mana saja, termasuk “bekerja tanpa mengharapkan uang.” via Lalu ayah Mike memintanya melakukan hal yang tak disangka-sangka. Dia menahan Robert dan Mike; tidak mengijinkan mereka berhenti dari pekerjaan itu. Malah, dia meminta mereka untuk bekerja tanpa dibayar. Ya, mereka tidak diijinkan keluar dan justru diminta tetap bekerja dengan tanpa bayaran. Didorong oleh rasa penasaran, akhirnya mereka menjalani apa yang diminta oleh ayah Mike. Mereka tetap bekerja di hari Sabtu selama 3 jam, melewatkan waktu bermain mereka bersama teman-teman. Sampai suatu saat mereka menemukan gagasan untuk menyewakan komik yang belum laku. Kebetulan memang ada komik lama yang belum laku, yang hanya teronggok di sudut ruangan. Dari pengalaman inilah Robert lalu menemukan dirinya. Dia menemukan apa yang selama ini dicari. Ketika mereka bekerja tanpa mengharapkan dibayar, gagasan cemerlang bisnis justru mendatangi mereka. Itu baru satu hal saja, mengenai gagasan bisnis yang bisa saja muncul dari beragam situasi, termasuk ketika bekerja tanpa mengharapkan bayaran. Hal ini tentu saja menginspirasi kita untuk tetap berjuang membangun bisnis kita guna mendapatakan kehidupan finansial yang lebih baik. Bukannya menjadi karyawan itu buruk. Hanya saja kita tidak bisa dong terus-terusan menjadikan pekerjaan kita itu sebagai satu-satunya pegangan hidup kita. Kita sudah bekerja keras pagi sampai sore, atau bahkan kadang sampai malam, selama bertahun-tahun untuk mendapatkan pemasukan plus uang lembur yang tidak seberapa. Kita tentu mengharapkan kenaikan gaji karena kerja keras dan loyalitas kita kepada perusahaan. Ada dua jalan menuju ke sana memohon-mohon kepada atasan untuk menaikkan gaji atau pindah ke perusahaan lain yang menawarkan gaji yang lebih besar dari perusahaan sebelumnya. Belum lagi bila harus dihadapkan pada konsep kebebasan finansial. Robert T. Kiyosaki menuliskan soal kebebasan finansial ini sebagai kondisi yang tidak dapat diraih jika tidak ada perubahan besar dalam hidup kita. Masalahnya memang perubahan itu tak mudah dilakukan lantaran sudah menjadi semacam budaya, yang orang akan aneh kalau tidak melakukannya. Salah satunya adalah ketika orang sudah mulai merangkak ke kondisi finansial yang lebih baik, mereka mulai membeli aset. Aset atau Liability?Membangun aset adalah langkah cerdas yang bisa anda terapkan untuk membangun kekayaan. via Selama ini yang dipahami oleh banyak orang adalah aset itu adalah rumah, mobil, serta barang-barang mewah yang bisa dibeli ketika seseorang sudah naik status’ karena gaji yang diterimanya. Gaji yang mereka terima tiap bulannya lalu digunakan untuk membayar pajak, cicilan mobil dan rumah, premi asuransi, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Yang perlu digaris bawahi adalah teorinya benar, tetapi praktiknya yang harus diluruskan. Benar bahwa kita harus memiliki aset untuk membuat uang yang datang kepada kita dari waktu ke waktu. Masalahnya, apakah rumah dan mobil adalah aset? Rupanya bukan. Rumah dan mobil dihitung sebagai liability karena mereka masih mengeluarkan uang dalam jangka waktu tertentu untuk perawatan, pajak, penggunaan, dan sebagainya. Akan lebih tepat bila mereka ingin berbelanja aset, produk yang mereka beli adalah produk yang menguntungkan mereka seperti saham, reksa dana, properti, atau bahkan membeli bisnis. Ringkasnya begini asset will pay you, liability will cost you. Akan membeli produk apa itu tergantung pada tujuan keuangan anda berapa besarnya, bagaimana sifatnya, dan dalam jangka waktu berapa lama. Anda dapat membaca banyak artikel terkait di website ini supaya lebih memiliki pijakan pengetahuan yang kuat sebelum mengambil keputusan. Empat Kuadran Robert T. Kosiyaki Penulis buku ini juga membagi masyarakat kelas menengah menjadi empat kuadran, yaitu Employee, Self-Employee, Business Owner, dan Investor. Berikut gambar yang bisa menjelaskan di mana letak keempat bagian dari kuadran tersebutKuadran yang dibuat oleh penulis buku. Anda ingin berpindah kuadran? via Pada kuadran pertama ditemukan istilah Employee. Mereka yang masuk pada kuadran ini adalah para karyawan atau pekerja kantoran yang diberi upah oleh perusahaan. Ciri-ciri finansial yang dimiliki oleh mereka adalah pengeluaran yang hampir sebesar penghasilan. Mereka sangat tergantung pada keputusan-keputusan perusahaan, dan oleh karenanya biasanya tunduk pada peraturan yang ada supaya tetap memperoleh penghasilan. Kuadran kedua adalah Self-Employed. Di Indonesia pekerjaan ini sering disebut dengan pekerja lepas, meski kadang tidak selalu tepat digunakan. Profesi yang masuk dalam kuadran ini adalah dokter yang buka praktek sendiri, musisi, penulis, artis, dan sebagainya. Artinya hanya mereka yang memiliki keahlian khusus yang diperoleh baik dari bakat alami ataupun latihan dan pendidikan formal yang tekun dan panjang untuk bisa bekerja pada bidang itu. Kesimpulan awalnya adalah baik Employee maupun Self-Employed sama-sama tidak dibayar kalau dia tidak bekerja. Kuadran ketiga adalah Business Owner, atau pemilik bisnis. Dalam konteks ini bisnis yang dimaksud adalah bisnis yang sudah besar, yang memungkinkan seseorang bisa memiliki dan mengendalikan sistem bisnis tersebut sehingga dapat menambahkan kekayaan bagi diri mereka dari waktu ke waktu. Karena mereka sudah membentuk sistem, mereka bisa saja benar-benar jadi pemilik, alias mengontrol dari jauh saja. Di bawahnya nanti mereka bisa mempekerjakan orang-orang pandai dan terampil untuk menjalankan bisnis yang dia miliki. Kuadran keempat adalah Investor. Sama seperti sebelumnya, konteks yang dimaksud adalah mereka yang memiliki dana besar yang diinvestasikan pada sebuah perusahaan. Jadi investor ini benar-benar mereka yang mengandalkan hidupnya pada dana-dana modal yang dia investasikan pada bidang-bidang yang berpotensi memberikan return yang tinggi. Karena skalanya sudah termasuk besar, biasanya mereka berinvestasi pada perusahaan terbuka, pada properti berskala besar, ataupun pada bisnis perintis yang potensinya besar, misal investasi pada resort di pulau-pulau terluar yang indah di Indonesia. Kesimpulan berikutnya, Business Owner dan Investor memungkinkan diri mereka untuk tidak bekerja’ guna mencukupi kebutuhan finansial, atau bahkan justru mampu menambah kekayaan mereka dari waktu ke waktu. Menariknya dari kedua perbandingan ini adalah Kuadran satu dan dua menyumbang 90 persen dari populasi masyarakat menengah di dunia, tetapi hanya menyumbang 10 persen dari total kekayaan masyarakat menengah di dunia. Begitu juga sebaliknya, Business Owner dan Investor hanya menyumbang 10 persen dari populasi, tetapi kekayaan mereka menyumbang 90 persen dari total kekayaan yang ada. Luar biasa, bukan? Maka tidak salah kalau buku ini kemudian menginspirasi begitu banyak orang untuk berpindah kuadran. Lima Poin Penting Dari beberapa penjelasan di atas berikut, kami akan membagikan kepada anda lima poin penting yang disarikan dari beberapa ulasan mengenai buku ini. Berikut poin pentingnya Melek Finansial Sekarang Juga. Banyak yang menyarankan kepada kita untuk mengajarkan melek finansial kepada anak kita sedini mungkin. Barangkali memang betul demikian, tetapi harus dalam batas-batas tertentu saja, dan dengan metode yang tepat. Penelitian psikologi anak menyebutkan pada usia-usia tertentu otak anak baru bisa siap untuk diberi pengetahuan-pengetahuan tertentu soal finansial. Namun bukan itu poin pentingnya, yang penting adalah kapanpun anda memulai usaha untuk membuka kesadaran finansial anda, itu sudah awalan yang baik. Yang perlu dilakukan kemudian adalah jangan sampai berhenti pada melek saja, tetapi mulailah dengan melakukan aksi yang bisa membuat kemelekan finansial anda itu berarti. Minimal kita mengerti soal investasi, pengaturan rencana keuangan, dan sebagainya. Buatlah Uang Mengejar Anda. Seakan kata-kata ini adalah utopis, atau impian belaka yang tidak akan tercapai. Namun sebenarnya ini dapatlah dicapai melalui cara-cara bisnis yang sudah banyak dituliskan di situs ini. Robert T. Kiyosaki menuliskan hal ini sebagai kritikan dari kondisi di mana sebagian besar orang justru mengejar uang itu, padahal jumlahnya tidak seberapa. Maka cara yang dia usulkan agar uanglah yang berbalik mengejar anda adalah dengan membangun aset. Mulailah Membangun Bisnis Sendiri. Poin ini adalah kelanjutan dari poin sebelumnya, yaitu membuat uang mengejar anda. Salah satu cara untuk membangun aset adalah anda bisa terlebih dahulu membangun bisnis anda sendiri. Bisnis yang dibangun tidaklah harus langsung besar, bisa saja dimulai dari kecil. Tetapi jangan pernah lupakan untuk membangun aset anda supaya tujuan finansial anda bisa tercapai. Hal penting yang perlu kita sadari adalah jangan memulai bisnis dengan dorongan rasa benci menjadi karyawan, karena itu sangat tidak produktif. Awalilah bisnis dengan kesadaran bahwa membangun bisnis akan membuka peluang besar anda untuk melakukan hal-hal besar lainnya dalam hidup anda. Uang dan Peluang Diciptakan Orang Kaya. Masih ingat istilah ayah kaya yang disebutkan oleh penulis buku? Ya, ini adalah poin pentingnya. Hanya ayah kaya yang bisa menciptakan uang dan peluang bisnis. Dia berani mengambil risiko berdasarkan pengetahuan dan keberanian untuk memulai sebuah bisnis baru. Dia membuka peluang-peluang dari celah sempit yang ditemui. Sebaliknya, dia tidaklah menikmati kepatuhan terhadapa perusahaan, bekerja sangat keras dari pagi hingga malam untuk mendapatkan gaji yang tidak seberapa. Jadikan Belajar sebagai Proses dan Tujuan. Seringkali kita diarahkan untuk menjadikan uang dan kekayaan sebagai tujuan kita. Namun kali ini cobalah bergeser sedikit dengan menjadikan belajar sebagai tujuan. Tujuan kita adalah proses belajar itu sendiri. Kalau tujuan kita adalah uang, itu artinya uang masih belum mengejar kita. Maka poin penting yang perlu kita ambil pada bagian ini adalah teruslah belajar untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita; teruslah belajar untuk membuat wawasan itu menjadi uang; dan jangan lupa untuk membagikan wawasan itu kepada orang lain di sekitar kita. Nah, itu tadi beberapa hal yang bisa kita pelajari dari buku “Rich Dad, Poor Dad” yang ditulis Robert T. Kiyosaki. Jangan ragu untuk membeli bukunya di toko buku terdekat bila anda ingin membaca lebih jauh dan lebih detil mengenai apa yang dia bicarakan di buku yang sangat terkenal ini. Barangkali untuk anda yang telah membacanya, ada beberapa hal yang tidak sama dalam pembacaan. Namun itu bukanlah masalah, karena setiap orang menekankan hal yang berbeda sesuai pengalamannya. Yang penting adalah kita harus mampu menjawab pertanyaan ini mau jadi ayah miskin’ atau ayah kaya’? Daftar gratis di Olymp Trade ReviewBuku Rich Dad, Poor Dad (Robert Kiyosaki) Judul : Rich Dad, Poor Dad - Apa yang Diajarkan Orang Kaya kepada Anak-anak Mereka Tentang 9:44 am

Silahkan Login untuk menulis review Masdaf 354 Rated it 2 years agosaya ambil kutipan "Hindari dan jauhi gaya hidup konsumtif", jika semua org tidak konsumtif dan gaya hidup minimalis, bagaimana nasib para pembisnis gadget,mobil,motor,jam tangan dll. ada yg bisa bantu meluruskan? haha Ilham Raspati 02 Jul 2020 Tenang kaka... hehe, bawaan alamiah manusia suka memiliki barang baru dan bagus, jadi tetap aja akan banyak yang suka belanja barang konsumtif. Jangan khawatirin para pebisnis... Kebalikan orang yg hidup konsumtif adalah orang yang sedang berinvestasi, ia akan tetap belanja tapi barang yang bernilai jangka panjang seperti properti, tanah, surat berharga, dll Angie Li 04 Jul 2020 Setuju sama ilham, gunakan uang untuk membeli barang yang produktif dan membutuhka, bukan barang konsumtif sekali habis dan karena keinginan Angie Li Rated it 2 years agoBuku ini sangat booming di awal tahun 2000an, idenya yang fresh dibandingkan buku financial yang ada saat itu yang membuat buku ini menarik perhatian banyak orang. Coba deh siapa aja yang belum pernah baca buku ini, sempetin beli atau pinjem buku ini, kita akan kebuka pikiran apa yang salah selama ini, kemudian kita diperkenalkan dengan konsep dasar keuangan seperti aset, utang, cash, dll.

Dalambuku Rich Dad Poor Dad ini diperlihatkan dengan "Saya ingin pensiun pada usia 50 tahun" dan "Saya tidak ingin berakhir seperti paman saya yang bangkrut.". Lalu poin ketiga menjadi poin terakhir yang akan dibahas kali ini. Yaitu memperoleh aset bukan kewajiban. Aset adalah saham, obligasi, real estate yang disewa, royalti (misalnya Sejak awal tahun 1997, Rich Dad Poor Dad oleh Robert T. Kiyosaki, Robert Paus telah menjadi acuan dalam buku keuangan pribadi laris yang telah menjual hampir 40 juta kopi di seluruh dunia. Saya membaca untuk pertama kalinya pada tahun 2000 ketika ia masih seorang pengusaha pemula. Saya pikir saya akan membacanya lagi sekarang karena saya memiliki lebih banyak pengalaman di bawah ikat pinggang saya. Saya juga ingin melihat apakah ia telah selamat berlalunya waktu, dan jika saya ingin seperti yang saya lakukan ketika saya membaca Rich Dad Poor Dad. Banyak istilah keuangan selama 20 tahun terakhir, dan saya bertanya-tanya apakah beberapa prediksi datang Kyosaki benar. Ketika saya membaca buku itu, saya benar-benar seperti cara Kiyosaki melihat dunia dari sudut yang berbeda. Ini membuat saya berpikir secara berbeda tentang bisnis dan investasi saya dari sebelumnya. Kiyosaki tampaknya menjadi sosok polarisasi Anda mencintai atau membenci pekerjaan Anda. Kerja dolar sederhana komentar Kiyosaki, misalnya, menambahkan banyak prasangka pribadi, dan saya pikir itu tidak adil. Saya mencoba untuk mengambil pandangan yang netral dan mendiskusikan buku berdasarkan pengalaman saya di dunia bisnis. Rich Dad Poor Dad harus dipertimbangkan sebagai umum titik awal – ringkasan investasi / masuk, daripada daftar item spesifik yang akan dilakukan sebagai pengusaha. Robert Kiyosaki berfokus pada enam poin utama dalam buku ini. Titik-titik ini – perbedaan antara ayah “miskin” ayah kandungnya dan ayah dari “kaya” yang membantunya memahami bisnis dan menjadi kaya – adalah 1. Orang Kaya Tidak Bekerja Untuk Uang 2. Pentingnya Pendidikan Keuangan 3. Mengurus Bisnis Anda Sendiri 4. Pajak Dan Korporasi 5. Orang Kaya Menemukan Uang 6. Kebutuhan Untuk Berkerja Untuk Belajar Dan Bukan Berkerja Demi Uang Poin Bagus Dalam Buku Sistem Pendidikan Yang Cacat Seperti Robert disebutkan beberapa kali dalam buku ini, kita telah menonaktifkan sistem pendidikan tradisional. sistem pendidikan kita terutama dirancang untuk menciptakan dan karyawan dapat memiliki efek negatif bagi pengusaha. Seperti disebutkan Kiyosaki, yang tidak merekomendasikan bahwa orang pergi melalui pendidikan yang lebih tinggi; Dia menyarankan bahwa pendidikan tinggi akan membantu untuk “rasa”. pendidikan keuangan adalah sesuatu yang jarang dibahas di sekolah-sekolah, dan jika dibahas, hanya pada tingkat dasar. Berdasarkan pengalaman pribadi saya, saya membuat titik pusat dan staf akan memastikan bahwa anak-anak saya dididik di daerah ini. Biaya pendidikan terus tumbuh lebih cepat daripada inflasi. Sebagian besar sistem pendidikan kita rusak. Robert merespon pernyataan tentang masalah ini. Menjadi Pengusaha Tidak Beresiko Kepercayaan populer adalah bahwa memiliki bisnis adalah berisiko daripada bekerja untuk orang lain. Saya rasa saya memiliki sebuah perusahaan memberikan Anda semua keterampilan kemerdekaan yang tidak akan Anda dapatkan ketika Anda bekerja untuk orang lain. Jika ada, dengan mentalitas “cradle mati” Hari ini, kami menciptakan orang-orang yang paling tergantung. Memiliki bisnis telah memberi saya otonomi yang lebih besar dan banyak keterampilan berharga yang saya masih menggunakan jika saya bekerja untuk orang lain. Setiap minggu, sekarang aku melakukan apa yang saya menilai atau membuat bisnis yang berisiko terbayangkan sebelumnya. Tempat Tinggal Utama Anda Bukan Aset Selama bertahun-tahun, secara umum diterima bahwa tempat tinggal utamanya adalah aset. Robert mengatakan saya pikir bahwa rumah Anda bukanlah aset yang tidak menghasilkan arus kas positif. Runtuhnya gelembung perumahan dan ini terbukti benar. Sementara harga sewa dan nilai yang lebih rendah, jika Anda berfokus pada arus kas positif, membuat lebih banyak uang setiap bulan. Robert datang untuk mengatakan dalam bukunya bahwa nilai rumah tidak selalu. Hampir semua produk konsumen adalah suatu keharusan – sesuatu yang bahkan tidak. Kiyosaki mengatakan Anda harus membeli investasi yang menghasilkan arus kas untuk membantu membayar untuk Anda “hal-hal kecil”. Saya rasa ini adalah cara yang bagus untuk melihat bagaimana pembelian mainan Anda. Apa itu Aset Dan Kewajiban ? “Aset adalah sesuatu yang menempatkan uang di saku Anda. Tanggung jawab adalah sesuatu yang mengeluarkan uang dari saku Anda. “ Banyak kritikus Kiyosaki menunjukkan bahwa pernyataan ini tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum. Memang benar, dan Robert mengaku. Bahkan, banyak orang kehilangan adalah bahwa Anda harus fokus pada arus kas untuk menjadi kaya. Keluhan Tentang Buku Ada banyak laporan bahwa Robert tidak ada “Rich Dad” dan menciptakan. Ini mungkin benar, tetapi ada banyak buku keuangan pribadi yang karya fiksi. Barbier buku kaya yang datang ke pikiran. Masalah dengan beberapa orang adalah bahwa Robert digunakan untuk memesan non-fiksi tidak, dan setuju dengan keluhan. Saya menemukan semenarik yang menempatkan situs Robert John Reed, tetapi sekaligus juga pekerjaan menjual tebu itu sendiri. Robert tidak meminimalkan peran risiko dalam investasi. Hal ini cukup akurat, tapi itu menunjukkan bahwa Anda perlu memahami investasi Anda sebelum memasuki. Robert mengatakan bahwa investasi itu riskan jika Anda tidak mengerti apa yang Anda berinvestasi. Selain itu Robert juga merekomendasikan apabila anda ingin menndapatkan penghasilan tambahan online anda dapat bergabung dengan situs judi online terpercaya di Indonesia melalui link berikut Ringkasan Meskipun saya masih merekomendasikan buku ini, terutama bagi pengusaha, buku ini memiliki beberapa kekurangan. Saya pikir sebagian besar isu yang dibahas sekarang ujian waktu. Tetapi mengambil sebagian dari apa yang dikatakan Robert Kiyosaki dengan sebutir garam. Baca, jika bukan karena motivasi, hanya untuk membuat Anda berpikir berbeda dari karyawan dibayar. Saya tidak suka atau benci itu, jadi mengapa saya memberikan buku ini tiga dari lima. Jika Anda memilih untuk membaca buku dari Robert, saya sarankan Anda membaca hanya Rich Dad Poor Dad dan Ayah kaya arus kas kuadran. Kebanyakan buku-buku lain hanya mengulangi kedua buku ini. Saya tidak menyarankan menghadiri seminar lokal. Aku akan terus buku dalam daftar buku terbaik tentang keuangan pribadi alasan utama saya untuk berpikir di luar kotak. Baca juga Ulasan buku Where the Crawdads Sing oleh Delia Owens
RichDad Poor Dad Summary. "There is a difference between being poor and being broke. Broke is temporary. Poor is eternal.". "Money comes and goes, but if you have the education about how money works, you gain power over it and can begin building wealth.". "People's lives are forever controlled by two emotions: fear and greed.".

Judul Rich Dad, Poor Dad - Apa yang Diajarkan Orang Kaya kepada Anak-anak Mereka Tentang Uang - yang Tidak Diajarkan oleh Orang Miskin dan Kelas Menengah! Penulis Robert T. Kiyosaki Bahasa Asli American English Alih Bahasa J. Dwi Helly Purnomo Penyelaras isi Fajarianto Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Percetakan PT Centro Inti Media, Jakarta Lisensi Rich Dad Operating Company, LLC. Edisi Indonesia Revisi Cetakan ke- 50 ISBN 978-602-03-3317-5 Resensator Bintang Mahayana Tahun resensi 2019 TENTANG PENULIS Robert Kiyosaki, yang paling dikenal sebagai penulis Rich Dad Poor Dad - buku pengelolaan keuangan nomor satu sepanjang masa - telah menantang dan mengubah cara pikir puluhan juta orang di seluruh dunia tentang uang. Dia adalah seorang keturunan Jepang yang berkebangsaan Amerika Serikat. Dia seorang wirausaha, pendidik, dan investor yang yakin bahwa dunia membutuhkan lebih banyak pengusaha yang akan menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan perspektif terhadap uang dan investasi yang kerap berseberangan dengan pemahaman konvensional, Robert mendapat reputasi internasional atas sikapnya yang bicara lantang dan berani tanpa bertele-tele. Robert dan Kim Kiyosaki - istrinya, adalah pendiri The Rich Dad Company, perusahaan pendidikan keuangan serta pencipta permainan CASHFLOW. Pada 2014, perusahaan itu semakin meningkatkan kesuksesan global dari permainan Rich Dad dalam peluncuran terobosan mobile dan online gaming baru. BAGIAN-BAGIAN BUKU Secara garis besar, buku ini dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu Pendahuluan, Isi, dan Penutup Cashflow Quadrant. Pada bagian awal buku, penulis lebih banyak membawa pembaca dalam gaya penulisan naratif di mana penulis mengajak pembaca untuk kembali ke masa lampau saat penulis berusia sembilan tahun. Pendahuluan Ayah Kaya, Ayah Miskin Analogi perbandingan dua karakter ayah dengan menyebut "Ayah Kaya" dan "Ayah Miskin" merupakan diksi yang cukup berani. Penulis menggambarkan dua sosok "ayahnya" yang mana Ayah Kaya merupakan ayah sahabatnya, Mike sedangkan Ayah Miskin adalah ayah kandungnya sendiri. Penulis berusaha membandingkan pola pikir keduanya. Sebagaimana yang dituliskan dalam buku tersebut "Bukannya semata menerima yang satu atau menolak yang lain, saya mendapati diri berpikir lebih jauh, membandingkan, lalu memilih untuk diri saya sendiri." Penggunaan kata "kaya" dan "miskin" sejujurnya tidak seharfiah kelihatannya karena pada kalimat selanjutnya penulis mengatakan " Masalahnya Ayah Kaya belum sungguh-sungguh kaya dan Ayah Miskin tidak sungguh-sungguh miskin. Keduanya baru merintis karir dan keduanya mengalami pergulatan dalam hal uang dan keluarga. Namun mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang uang." Kunci memahami bagian ini adalah pada kalimat terakhir pada kutipan tersebut yaitu mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang uang. Bahwa penulis berusaha membandingkan bagaimana cara Ayah Kaya dan Ayah Miskin masing-masing memandang uang. Perspektif tentang uang itulah yang menjadi pembeda dasar dan utama bagi keduanya. ISI Bab Satu Pelajaran Satu Orang Kaya Tidak Bekerja Untuk Uang Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang. Orang kaya membuat uang bekerja bagi mereka. Kutipan pada awal Bab ini cukup kontroversial. Kalimat tersebut apabila ditelan mentah-mentah akan sangat mungkin menghadirkan perspektif yang rancu antara "uang itu tidak penting" atau "menjadi orang kaya yang tamak". Namun, penulis mengemas dalam alur naratif sederhana. Mengisahkan dua anak umur sembilan tahun yang ingin tahu bagaimana caranya menghasilkan uang. Mereka ingin menjadi kaya karena mereka dianggap miskin oleh teman-temannya di sekolah. Kepolosan mereka membuat mereka berpikir bahwa menghasilkan uang sama dengan mencetak uang sendiri. Secara logika memang tidak salah. Namun, secara hukum tindakan tersebut ilegal. Pada bagian ini, penulis menyelipkan sensasi humor ringan bagi pembaca yang mudah dipahami. Namun, nilai membangun kemitraan yang beliau analogikan dengan kerja sama dua anak sembilan tahun yang menyebut dirinya "partner bisnis" merupakan bagian yang sarat akan pesan bermakna, bahwa relasi itu penting. Penulis juga menceritakan bagaimana Ayah Kaya berusaha mengajarkan dia dan sahabatnya tentang uang dengan caranya. Alur cerita yang sulit ditebak dan membuat siapa saja yang penasaran akan melanjutkan membaca untuk mengetahui apa yang selanjutnya dilakukan Ayah Kaya dalam mendidik dia dan Mike tentang uang. Namun, bagi mereka yang sedari awal menganggap narasi tersebut seperti bualan belaka, akan berhenti membaca sampai di sini. Bagian yang cukup menggelitik di sini adalah ketika mereka berdua bekerja pada Ayah Kaya yang awalnya hanya dibayar sepuluh sen per jam, justru tidak dibayar sama sekali. Robert yang saat itu berusia 9 tahun menjadi sangat marag pada Ayah Kaya karena dia merasa seharusnya Ayah Kaya menaikkan upah mereka berdua. Hingga pada suatu ketika jawaban Ayah Kaya memberi pelajaran berharga bagi Robert. Kebanyakan orang tidak mempelajari hal ini. Mereka bekerja, menerima gaji, membayar pengeluaran, itu saja. Lalu mereka bertanya-tanya kenapa mereka mempunyai masalah keuangan. Mereka mengira uang yang lebih banyak akan memecahkan masalah, dan tidak menyadari bahwa kurangnya pendidikan keuangan merekalah yang jadi masalah. Kutipan Bab 1 di atas cukup menyentil banyak orang karena pada kenyataannya, hal tersebut adalah hal umum yang nyaris dilakukan oleh kebanyakan orang. Pada bagian yang menyoroti bahwa "Orang Kaya Tidak Bekerja untuk Uang," sesungguhnya pesan yang ingin penulis sampaikan adalah bagaimana mental Orang Kaya menggunakan pikiran mereka untuk mensugesti diri. Dibuktikan dengan pembandingan dua pola pikir yang berbeda antara Ayah Kaya dan Ayah Miskin. Alih-alih mengatakan "Saya tidak mampu membelinya" sebagaimana yang dikatakan oleh Orang Miskin, Orang Kaya akan bertanya "Bagaimana agar saya dapat membelinya?". Semata bukan karena kita harus membeli apa yang kita inginkan. Namun, membuat pikiran kita bekerja dan tidak berhenti sampai di situ. Orang Kaya tidak bekerja untuk uang, tetapi mereka benar-benar "menghasilkan uang". Bab Dua Pelajaran Dua Mengapa Mengajarkan Melek Keuangan? Pada bab ini, penulis mengajak pembaca untuk mendalami apa sesungguhnya melek keuangan dan mengapa pengetahuan ini penting. Mengajak pembaca melihat pentingnya melihat kondisi keuangan dalam jangka panjang. Pada halaman ke-51 beliau menuliskan kebanyakan orang tidak bisa menyadari bahwa yang penting dalam hidup ini bukanlah berapa banyak uang yang dihasilkannya. Yang penting adalah berapa banyak uang yang disimpan. Lalu pada akhir bab ditambahkan ....pada jangka panjang bukan berapa banyak yang mereka hasilkan yang penting. Yang penting adalah berapa banyak yang mereka simpan, dan untuk berapa generasi. Untuk itu, pada bagian selanjutnya dalam bab ini, penulis mengajak pembaca untuk melek terhadap perbedaan aset dan liabilitas. Orang kaya membangun aset. Orang miskin dan kelas menengah membangun liabilitas, tapi mereka mengira itu aset. Pada kutipan di atas, lagi-lagi penulis menantang pemahaman konvensional perihal “aset” dan “liabilitas”. Penulis menerangkan berbagai macam studi kasus untuk membuktikan mengapa kebanyakan orang menganggap liabilitas sebagai aset. Studi kasus ini pun diterangkan secara sederhana melalui simulasi kehidupan sehari-hari serta diagram arus kas cashflow yang membedakan arus kas orang kaya dan arus kas orang miskin dan kelas menengah. Secara sederhana, penulis menggambarkan bahwa orang kaya yang terus membangun kolom aset akan menambah pemasukan terhadap kolom penghasilan mereka. Sedangkan orang miskin dan kelas menengah yang membangun liabilitas yang mereka kira aset, sesungguhnya hanya akan terus keluar melalui kolom pengeluaran mereka saja. Pada halaman 65, penulis menuliskan uang yang lebih banyak jarang bisa menyelesaikan masalah keuangan seseorang. Kecerdasanlah yang memecahkan masalah. Di sini penulis mencoba menggali alasan logis mengapa melek keuangan itu penting. Karena, kecerdasan keuangan lah yang akan sangat memengaruhi pertimbangan kita dalam menentukan arus kas. Sebagaimana yang diilustrasikan dalam diagram, hal ini menjadi perbedaan mendasar antara orang kaya dan orang miskin dan kelas menengah. Salah satu contoh menarik dalam kehidupan sehari-hari yang beliau angkat, yaitu “Banyak masalah keuangan yang besar disebabkan oleh orang berusaha mengimbangi tetangganya. Kadang kita semua perlu bercermin dan bersikap jujur pada kebijaksanaan batin kita ketimbang pada rasa takut kita.” Bagi kebanyakan orang, kalimat ini cenderung ofensif karena sejujurnya itu adalah fakta, kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Penulis menyampaikan gagasan ini lagi-lagi dengan narasi untuk mendukung gagasan beliau bahwa uang punya cara untuk membuat setiap keputusan bersifat emosional. Bab Tiga Pelajaran Tiga Uruslah Bisnis Anda Sendiri Bab ini bukan lagi menyentil realita kebanyakan orang, tetapi benar-benar menyerang pada bagian judul "Uruslah Bisnis Anda Sendiri." Penulis menyebutkan bahwa pergumuln keuangan seringkali merupakan hasil langsung dari orang yang seumur hidup bekerja untuk orang lain. Banyak orang yang tidak memiliki apa pun pada hari akhir kerja mereka sebagai hasil usaha mereka. Kalimat tersebut tentu terkesan judgemental bagi orang yang merasa dialah subjek yang dibicarakan serta orang yang hanya berhenti membaca sampai pada kalimat itu tanpa menganalisa lebih jauh. Padahal, intinya penulis ingin menyampaikan poin-poin penting berikutnya, yaitu bahwa bila kita terus bekerja pada orang lain maka fokus kita adalah upah dan kolom penghasilan seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya. Orang kaya berfokus pada kolom aset, sementara orang lain berfokus pada laporan penghasilan. Pada kalimat banyak orang yang tidak memiliki apa pun pada hari akhir kerja mereka sebagai hasil usaha mereka, sesungguhnya penulis ingin merujuk pada poin bahwa kita sebaiknya membangun aset bagi kita dan anak-anak kita nanti. Dengan kata lain, bila kita hanya bekerja pada orang lain, maka tidak ada yang bisa kita wariskan bagi anak-anak kita nanti sebagai "hasil usaha". Oleh karena itu penulis menyebutkan Dalam dunia saya, aset riil terbagi menjadi beberapa katagori yang berbeda 1. Bisnis yang tidak menuntut kehadiran saya. Saya memilikinya, tapi bisnis itu dikelola atau dijalankan oleh orang lain. Jika saya harus bekerja di sana, itu bukan bisnis. Itu menjadi pekerjaan saya. 2. Saham 3. Obligasi 4. Real estat yang mendatangkan penghasilan 5. Surat utang 6. Royalti dari properti intelektual seperti musik, naskah, dan paten. 7. Segala sesuatu yang memiliki nilai, mendatangkan penghasilan atau pertambahan nilai, serta mempunyai pasar yang siap. Pada akhir bab ini, penulis pun memberikan gambaran bahwa menjalankan bisnis bukan berarti menjatuhkan diri sepenuhnya pada risiko. Sebagaimana yang tertulis dalam kutipan Ayah Kaya Saya tetap bekerja, tapi masih mengurusi bisnis saya. Selain itu, penulis juga memberikan narasi lugas mengenai bagaimana caranya mendapatkan mobil dengan memanfaatkan kecerdasan keuangan, yaitu dengan menggunakan uang ekstra dari apartemen yang mereka sewakan. Bukan dengan kredit seperti yang kebanyakan orang lain lakukan. Bagian akhir ini sesungguhnya merupakan boomerang terhadap anggapan yang menentang pernyataan bahwa orang kaya fokus pada kolom aset dan bukan pada liabilitas. Bagi penulis, mobil tersebut bukanlah aset, melainkan liabilitas karena kepemilikannya akan menambah arus kas pada kolom pengeluaran. Namun, penulis menyiasati cara mendapatkannya lewat aset. Inilah yang penulis sebut "membuat uang bekerja untuk kita". Bab Empat Pelajaran Empat Sejarah Pajak dan Kekuatan Korporasi Bab ini menghadirkan analogi yang lebih dalam lagi yaitu membandingkan antara birokrat pemerintah dengan kapitalis. Pengangkatan sisi kehidupan ekonomi masyarakat yang cukup berani sekaligus sensitif. Sesuai judulnya, bab ini menjelaskan mengenai arus pajak. Tentang bagaimana orang kaya mengakali kaum intelektual. Pada halaman 93 dituliskan setelah pajak yang 'mengambil dari orang kaya' disahkan, kas mulai mengalir ke brankas pemerintah. Awalnya rakyat senang. Uang dibagikan ke pegawai pemerintah dan orang kaya. Uang itu diterima pegawai pemerintah dalam bentuk pekerjaan dan uang pensiun, serta diterima orang kaya lewat pabrik-pabrik mereka yang menerima kontrak pemerintah. Kalimat tersebut bisa diartikan dengan kata lain pegawai pemerintah hidup dari kekayaan orang kaya. Sedangkan orang kaya akan semakin kaya. Sehingga, seolah memiliki unsur sinisme di dalamnya. Pada halaman 96, penulis menuliskan jika uang bekerja untuk Anda, Anda yang memegang dan mengendalikan uang itu. Lalu, dihadirkan istilah menarik perihal "berusaha mendaki tangga korporasi" yang kemudian dijelaskan pada kalimat setelahnya ....dengan hanya bersandar pada gaji dari perusahaan, saya akan menjadi sapi jinak yang siap diperah. Kutipan-kutipan berbentuk kalimat kiasan tersebut mengandung unsur persuasif secara tersirat apabila dikorelasikan satu sama lain. Apabila diberikan parentheses atau tanda kurung maka, akan jadi seperti ini Jika uang di kolom aset bekerja untuk Anda menghasilkan sesuatu, Anda yang memegang dan mengendalikan uang itu mengurus bisnis Anda sendiri. Apabila hanya dengan hanya bersandar pada gaji dari perusahaan gaji sebagai satu-satunya sumber penghasilan, saya akan menjadi sapi jinak yang siap diperah menjadi buruh dan terus memperkaya perusahaan. Dengan kata lain, penulis berusaha membandingkan dua kondisi tersebut, satu memiliki kolom aset yang siap menambah arus kas ke kolom penghasilan dan menghasilkan sesuatu, satu lagi hanya memiliki gaji pada kolom penghasilan maka, Anda akan terus bekerja untuk orang lain dan tidak mengurus bisnis Anda sendiri. Jelas diterangkan pada halaman 98, penulis membeberkan prinsip keuangannya serta mengedukasi pembaca mengenai hasil dari IQ keuangan yang dia peroleh. Uang saya bekerja keras untuk menghasilkan lebih banyak lagi uang. Setiap dolar di kolom aset saya adalah karyawan yang hebat, bekerja keras untuk menciptakan lebih banyak karyawan dan membelikan atasannya sebuah mobil Porsche baru dengan uang yang belum dikenai pajak. Paragraf tersebut menunjukan bukti bahwa kecerdasan keuangan penulis membawanya menuju kebebasan keuangan. Kemudian, penulis menerangkan elemen-elemen yang membentuk IQ keuangan tersebut, yaitu Akuntansi, Investasi, Memahami pasar, dan Hukum. Bab Lima Pelajaran Lima Orang Kaya Menciptakan Uang Seringkali di dunia nyata, bukan orang yang pintar yang unggul, tapi orang yang berani Awal bab ini dibuka dengan narasi pengalaman penulis menonton siaran TV tentang kisah Alexander Graham Bell ketika ia berusaha mematenkan penemuan besar terbarunya yaitu telepon. Kemudian, dihadirkan narasi kontradiktif yang mengikuti pada paragraf selanjutnya mengenai berita perampingan suatu perusahaan yang mengundang kemarahan para pekerja hingga ilustrasi detail bagaimana kemarahan itu ditunjukkan di depan kamera. Paragraf naratif perbandingan ini begitu kontradiktif yang pada intinya ingin menunjukkan sisi keberanian dan kegigihan Alexander Graham Bell ketika mendatangi perusahaan raksasa, Western Union yang berakhir dengan cemoohan dan kemarahan seorang manager berusia 45 tahun yang hadir membawa istri dan dua bayinya ke pabrik, memohon kepada petugas keamanan agar diizinkan bicara dengan pemilik agar mempertimbangkan kembali pemecatannya. Dapat disimpulkan, paragraf ini menunjukkan gagasan penulis selaras dengan kutipan pada awal bab ini dengan menunjukkan keberanian Alexander Graham Bell hingga ia mencetak sejarah mendirikan industri bernilai miliaran dollar, AT&T yang kontradiktif dengan ketakutan seorang manager akan kehilangan pekerjaannya. Oleh karena itu, pada halaman 104, penulis menuliskan kutipan yang menjelaskan kondisi tersebut. Kita semua dianugerahi potensi yang luar biasa, dan kita semua dianugerahi karunia. Namun, satu hal yang menahan kita semua adalah keraguan diri pada tahap tertentu. Bukan kurangnya informasi teknis yang menahan kita, tapi lebih pada kurangnya keyakinan diri. Sebagian orang lebih terpengaruh daripada yang lain. Pengangkatan gagasan pada bab ini terkesan utopia bagi orang yang belum siap menerima gagasan untuk menjadi “berani.” Padahal pada bagian selanjutnya di halaman 109, penulis menerangkan bahwa “Orang kaya seringkali bersikap kreatif dan mengambil resiko yang sudah diperhitungkan.” Uniknya, gagasan ini dikaitkan lagi dengan “Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang sedangkan orang kaya membuat uang bekerja untuk mereka.” Gagasan Orang Kaya adalah orang yang “menciptakan uang”, mengantar pada gagasan “uang tidaklah riil.” Semakin riil, uang itu menurut kalian, semakin keras kalian akan bekerja untuknya. Jika kalian bisa menangkap gagasan bahwa uang itu tidak riil, kalian akan lebih cepat menjadi kaya. Gagasan ini, jika hanya ditelaah satu sisi secara langsung tentu akan menghasilkan penolakkan dari pembaca. Padahal, maksud dari uang itu tidaklah riil adalah uang semata hanya alat tukar Sehingga, jika kita kembali ke beberapa bab sebelumnya, kita bisa telaah bagaimana keterbatasan uang mampu menjadikan seseorang menjadi kreatif dan menggunakan pikiran mereka untuk membuat uang tersebut “bekerja” untuk mereka. Satu-satunya aset paling kuat yang kita miliki adalah pikiran kita. Jika dilatih dengan baik, pikiran bisa menciptakan kekayaan yang luar biasa dalam waktu yang kelihatannya singkat. Pikiran yang tidak terlatih juga bisa menciptakan kemiskinan yang ekstrem, yang bisa menghancurkan keluarga selama bergenerasi-generasi. Gagasan yang cukup masuk akal mengenai IQ keuangan di atas. Dengan berbagai ilustrasi yang mengikutinya dan penulis sebut sebagai contoh. Penulis bersikap cukup demokratis terhadap pembaca dengan menuliskan saya tidak merekomendasikan apa yang saya lakukan. Contoh hanyalah contoh. Di satu sisi, kalimat ini menunjukkan keterbukaan penulis bahwa pembaca dapat menentukan sikap mereka sendiri dalam memahami dan menyimpulkan tulisan yang mereka baca. Namun, di sisi yang lain kalimat ini sangat mampu menguatkan gagasan sebagian pembaca bahwa apa yang penulis uraikan sejak awal tak lain adalah segenap cerita keberuntungan personal yang belum tentu bisa dialami oleh siapa saja. Hanya sebagian yang lain yang masih ingin melanjutkan membaca karena memaknai kalimat-kalimat penulis sebelumnya mengenai “hidup memberikan kita peluang setiap harinya” atau “satu-satunya aset paling kuat yang kita miliki adalah pikiran kita”. Peluang besar tidak dilihat dengan mata Anda. Peluang besar dilihat dengan pikiran Anda. Bab Enam Pelajaran Enam Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang Pekerjaan yang terjamin adalah segalanya bagi ayah saya yang terdidik. Belajar adalah segalanya bagi Ayah Kaya Dimulai dari bab ini, penulis terkesan mulai menyentuh sisi sosial dan psikologis pembaca. Dengan memilih judul bab “Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang” sesungguhnya terdapat pesan mendalam di baliknya yang ingin penulis sampaikan. Gagasan ini disampaikan dengan lugasnya pada halaman 133. Lagi-lagi dengan metode perbandingan yang cukup kontradiktif. Pada paragraf ke-2, penulis menuliskan di sekolah dan tempat kerja, gagasan tentang spesialisasi adalah hal yang populer untuk menghasilkan lebih banyak uang atau dipromosikan. Sedangkan kontradiksi dari kalimat tersebut disampaikan pada paragraf ke-4 yaitu Ayah Kaya mendorong saya untuk melakukan tepat kebalikannya. “Kau ingin tahu sedikit tentang banyak hal” adalah sarannya. Itu sebabnya selama bertahun-tahun saya bekerja di bidang-bidang berbeda di perusahaannya. Selama beberapa lama saya bekerja di bagian akuntansi. Meskipun mungkin saya tidak akan pernah menjadi akuntan, dia ingin saya belajar secara osmosis. Ayah Kaya tahu saya akan mengambil jargon dan pemahaman tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting. Analogi yang menarik untuk menggambarkan gagasan tersebut adalah kisah tentang kesuksesan McDonald’s dengan menjual hamburger. “Jadi, kalau kebanyakan dari kalian bisa membuat hamburger yang lebih enak, bagaimana bisa McDonald’s menghasilkan uang lebih banyak daripada kalian?” Kemudian pada paragraf selanjutnya penulis menjawab pertanyaannya sendiri, yaitu....McDonald’s sangat hebat dalam sistem bisnis. Alasan kenapa begitu banyak orang berbakat itu miskin adalah karena mereka memfokuskan diri membangun hamburger yang lebih enak dan hanya tahu sedikit atau sama sekali tidak tahu tentang sistem bisnis. Kemudian, penulis menambahkan analogi berikutnya dengan menceritakan saat penulis bertemu dengan mantan guru sekolah yang menghasilkan ratusan ribu dolar per tahun. Penulis menceritakan bahwa mereka memiliki penghasilan sebesar itu karena memilliki keterampilan yang terspesialisasi di bidang mereka dan bidang lain. Inilah sesungguhnya inti dari gagasan “Bekerja untuk Belajar” yang ingin disampaikan oleh penulis. Bekerja untuk belajar bukan berarti tidak mementingkan uang sama sekali. Namun, bagaimana kita memaksimalkan pikiran kita mempelajari sedikit tentang banyak hal. Sehingga, kita mampu menghasilkan lebih banyak uang dan sekali lagi membuat uang bekerja untuk kita. Bab Tujuh Mengatasi Berbagai Hambatan Pekerjaan yang terjamin adalah segalanya bagi ayah saya yang terdidik. Belajar adalah segalanya bagi Ayah Kaya Dimulai dari bab ini, penulis terkesan mulai menyentuh sisi sosial dan psikologis pembaca. Dengan memilih judul bab “Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang” sesungguhnya terdapat pesan mendalam di baliknya yang ingin penulis sampaikan. Gagasan ini disampaikan dengan lugasnya pada halaman 133. Lagi-lagi dengan metode perbandingan yang cukup kontradiktif. Pada paragraf ke-2, penulis menuliskan di sekolah dan tempat kerja, gagasan tentang spesialisasi adalah hal yang populer untuk menghasilkan lebih banyak uang atau dipromosikan. Sedangkan kontradiksi dari kalimat tersebut disampaikan pada paragraf ke-4 yaitu Ayah Kaya mendorong saya untuk melakukan tepat kebalikannya. “Kau ingin tahu sedikit tentang banyak hal” adalah sarannya. Itu sebabnya selama bertahun-tahun saya bekerja di bidang-bidang berbeda di perusahaannya. Selama beberapa lama saya bekerja di bagian akuntansi. Meskipun mungkin saya tidak akan pernah menjadi akuntan, dia ingin saya belajar secara osmosis. Ayah Kaya tahu saya akan mengambil jargon dan pemahaman tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting. Analogi yang menarik untuk menggambarkan gagasan tersebut adalah kisah tentang kesuksesan McDonald’s dengan menjual hamburger. “Jadi, kalau kebanyakan dari kalian bisa membuat hamburger yang lebih enak, bagaimana bisa McDonald’s menghasilkan uang lebih banyak daripada kalian?” Kemudian pada paragraf selanjutnya penulis menjawab pertanyaannya sendiri, yaitu....McDonald’s sangat hebat dalam sistem bisnis. Alasan kenapa begitu banyak orang berbakat itu miskin adalah karena mereka memfokuskan diri membangun hamburger yang lebih enak dan hanya tahu sedikit atau sama sekali tidak tahu tentang sistem bisnis. Kemudian, penulis menambahkan analogi berikutnya dengan menceritakan saat penulis bertemu dengan mantan guru sekolah yang menghasilkan ratusan ribu dolar per tahun. Penulis menceritakan bahwa mereka memiliki penghasilan sebesar itu karena memilliki keterampilan yang terspesialisasi di bidang mereka dan bidang lain. Inilah sesungguhnya inti dari gagasan “Bekerja untuk Belajar” yang ingin disampaikan oleh penulis. Bekerja untuk belajar bukan berarti tidak mementingkan uang sama sekali. Namun, bagaimana kita memaksimalkan pikiran kita mempelajari sedikit tentang banyak hal. Sehingga, kita mampu menghasilkan lebih banyak uang dan sekali lagi membuat uang bekerja untuk kita. Bab Delapan Memulai Pada bab ini, menarik dengan memilih judul yang singkat dan seolah menjawab segala keraguan yang dipikirkan oleh pembaca sejak pertama kali memutuskan untuk membaca buku ini, “Memulai.” Penulis sepenuhnya sadar bahwa seringkali ia ditanya “Bagaimana saya harus memulai?” dan bahasa yang dipilih untuk jawaban itu adalah saya menawarkan proses pemikiran yang saya jalani dari hari ke hari. Walaupun secara garis besar buku ini tampak tampil dengan persuasif yang tajam, selalu disipkan kalimat yang seolah menunjukkan keterbukaan dengan memberikan opsi bagi pembaca untuk menentukan pilihan mereka sendiri. Seehingga, kata “menawarkan” lah yang dipilih bukan “menjelaskan” atau “menjawab” yang terkesan menggurui. Kemudian, inilah sepuluh langkah yang penulis tawarkan sembari menyentuh sisi spiritual pembaca agar mampu menjadi jembatan koneksi personal antara penulis dan pembaca dengan menuliskan sebagai berikut. Saya menawarkan sepuluh langkah berikut sebagai proses untuk mengembangkan kekuatan yang diberikan Tuhan itu, kekuatan yang hanya bisa dikendalikan oleh Anda. 1. Temukan alasan yang lebih besar daripada kenyataan kekuatan semangat 2. Buat pilihan setiap hari kekuatan pilihan 3. Memilih teman dengan cermat kekuatan pertemanan 4. Kuasailah sebuah formula, lalu pelajari sebuah formula baru kekuatan belajar dengan cepat 5. Bayar diri Anda terlebih dahulu kekuatan disiplin diri 6. Bayarlah broker Anda dengan baik kekuatan saran yang baik 7. Jadilah seorang pemberi Indian kekuatan memperoleh sesuatu secara gratis 8. Menggunakan aset untuk membeli kemewahan kekuatan fokus 9. Kebutuhan akan pahlawan kekuatan mitos 10. Mengajarlah maka kau akan menerima kekuatan memberi PENUTUP Pemikiran Akhir Dibuka dengan kalimat “Saya ingin berbagi pemikiran terakhir dengan Anda” menjadikan bagian penutup buku ini seolah salam perpisahan dari penulis kepada pembaca yang telah membaca sampai pada bagian ini. Namun, uniknya bagian penutup justru membawa kembali pada alasan buku ini hadir. Alasan utama saya menulis buku ini, dan alasan buku ini tetap menjadi buku laris sejak 2000, adalah untuk berbagi wawasan tentang bagaimana pertumbuhan kecerdasan keuangan bisa digunakan untuk memecahkan banyak masalah kehidupan yang umum. Dengan sisipan konten marketing di mana disebutkan mengenai permainan CASHFLOW sebagai salah materi kontradiktif dengan menyebutkan permainan yang kami ciptakan memiliki arti penting karena mengajarkan apa yang tidak diajarkan oleh buku. Kontradiktif di sini maksudnya adalah gagasan bahwa sejujurnya buku ini hanya sebagai pengantar tentang pengetahuan mengenai kecerdasan keuangan dan kegiatan belajar yang sesungguhnya adalah melalui permainan tersebut. Namun, bagian akhir dari bab ini dituliskan dengan cara yang menyentuh sisi personal pembaca. Anda dan masa depan anak-anak Anda ditentukan oleh pilihan yang Anda buat sekarangbukan besok. Saya mengharapkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi Anda, dalam anugerah menakjubkan yang disebut kehidupan ini. - Robert Kiyosaki REKOMENDASI Kesan keseluruhan terhadap buku ini adalah buku yang cukup berani membawa pikiran publik pembaca untuk menjadi Outliers - orang-orang yang berani keluar dari kebiasaan atau pandangan masyarakat konvensional. Sebuah karya non-fiksi yang dikemas dalam alur fiksi namun tidak fiktif, sehingga setiap bagiannya mampu menyentuh sisi personal yang mampu menghadirkan koneksi personal antara penulis dan pembaca. Namun, pengulangan berupa penekanan kebebasan pembaca untuk melanjutkan membaca atau tidak, seperti dua sisi koin. Satu sisi menunjukkan sikap demokratis penulis terhadap tanggapan dan pemikiran pembaca serta kepercayaan diri penulis bahwa pembaca justru akan semakin haus untuk mengetahui apa yang tertulis pada lembar-lembar selanjutnya sedangkan satu sisi lainnya seolah menunjukkan ketidakpercayaan penulis bahwa hingga pada tahap akhir pun masih ada pembaca yang tidak berminat melanjutkan untuk membaca. Lalu, apakah buku ini merupakan bacaan yang layak direkomendasikan? Jawabannya Ya dengan syarat, Anda sudah siap menghadapi pemikiran yang ekstrem, keluar dari konvensional, dan berani mengambil risiko. Jika Anda memilih untuk bermain aman, buku ini hanya akan menyakiti perasaan Anda dengan fakta-fakta yang dibeberkannya.

okXHKo.
  • t4p5ru9r21.pages.dev/56
  • t4p5ru9r21.pages.dev/193
  • t4p5ru9r21.pages.dev/484
  • t4p5ru9r21.pages.dev/34
  • t4p5ru9r21.pages.dev/179
  • t4p5ru9r21.pages.dev/456
  • t4p5ru9r21.pages.dev/358
  • t4p5ru9r21.pages.dev/425
  • review buku rich dad poor dad